Thursday, August 3, 2017

My Backbone is Back (Part 5)

Tiba hari Senin, jam 10.45 bertemu dengan Dr. Agus dan beliau bilang akan diusahakan bahwa saya bisa pulang sebelum lebaran. Dalam hati saya mengucap syukur alhamdulillah kalo bisa lebaran dirumah, tapi saat ini yang terpenting bagi saya adalah saya bisa kembali "normal".

Jam 11.30 saya dan orangtua diantar petugas ke IGD untuk menunggu ruangan inap. Reputasi RSUP Kariadi yang pasiennya buanyak sekali sempat membuat saya dan orangtua khawatir akan menginap di IGD dan bukan di ruangan. Betapa tidak, pasien satu jawa tengah dirujuk ke rumah sakit ini, dan ngobrol dengan dokter jaga bahwa pernah ada pasien yang dari mulai datang, operasi, sampai pulang tidak pernah masuk ke ruangan inap alias di IGD terus.

Jam 14.00 saya melihat dokter jaga IGD ditelfon oleh dokter Agus dan menanyakan apakah saya sudah masuk ke ruang inap atau belum. Dalam hati saya, dokter ini benar2 baik, dari awal bertemu tidak pernah membuat saya down, dan keadaan saya dimonitor, mengingat kondisi seminggu lagi lebaran dan saya hanya pasien BPJS. Semakin sore pasien yang masuk ke IGD semakin ramai, sekali lagi rasa khawatir akan tidak dapat ruang inap muncul kembali, tapi saya coba untuk kembali berdoa dan berdzikir dan alhamdulillah jam 21.00 seorang petugas datang dan membawa saya ke ruang inap (alhamdulillah).

Selasa malam, saya dihampiri oleh asisten dokter Agus untuk cek kondisi saya sebelum operasi, menanyakan ada alergi obat atau tidak dll. Tak lama dokter wanita datang dan ternyata dokter tersebut bertanggung jawab untuk memberi anestesi (obat bius) pada saat operasi besok. Beliau menjelaskan bahwa saya akan diberi bius total dan bilang bahwa saya akan dibius sebelun masuk ke ruang operasi jadi saya tidak perlu melihat alat2 yg dipakai untuk operasi (biar ga tegang katanya), tentu saya senang mendengarnya (tau aja nih dokter kalo saya deg2an). Kemudian petugas jaga datang memberitahu saya bahwa saya sudah tidak boleh makan jam 00.00 karena prosedurnya bahwa saya harus puasa 6 jam sebelum operasi, hanya boleh minum air putih.

Rabu 21 Juni 2016, 26 Ramadhan 1438H. Saya bangun waktu sahur jam 03.00 dan tidak tidur lagi dengan tujuan biar ngantuk dan tidur saat operasi berlangsung (kan ntar dibius? Bodo amat namanya juga deg2an). Jam 07.30 pagi saya sudah dijemput petugas dan diantar ke IBS (Instalasi Bedah Sentral) dan hanya satu orang keluarga yang boleh mengantar sampai ke dalam.
Tepat jam 08.00 saya sudah ganti pakaian operasi, tak lupa minta doa ke bapak dan ibu, lalu diantar ke ruang operasi. Satu hal yang mengganjal yaitu "kok saya belum dibius?? Mana janjimu bu dokteeeerr???!!". Saya cuma bisa pasrah memandangi langit2 lorong IBS saat diantar ke ruang operasi sambil berdoa dan berdzikir (asli deg2an tapi santai hahaha).

Tibalah saya do ruang operasi yang dinginnya minta maap (saya ga kuat dingin dan sempat menggigil). Saya hanya bisa memandang lampu operasi yang gedenya segede parabola indovision. Kulihat sekelilong banyak meja yang ditutup kain, dalam hati "waah nanti operasi pake alat2 didalem kain itu kali ya". Kemudian saya mendengar percakapan yang membuat saya makin deg2an.

- Asisten Dr. Agus : (sambil masang kabel alat monitor jantung) "Bu, ini dibius sekarang aja apa nanti?"
- Saya : (dalam hati) "sekarang aja, semalem janjinya sebelum masuk dah dibius kaan (T.T)
- Ibu penjaga R. Operasi : (sambil ribet sm pintu ruang operasi) "udaah, nanti aja, dokter Agus juga belum dateng kan?)"
- Saya : (dalam hati) "nah loh, dokter Agus blm dateng? Kan jadwal jam 8, ini mau kapan operasinyaa?!"
- Asisten Dr. Agus : (ngomong sendiri sambil masang kabel dan mindahin tiang infus) "duh mana si xxx ya? Kan dia yang harusnya ngasih obat bius" (xxx adalah nama asisten dokter yg bertanggung jawab memberi obat bius)
- Saya : (dalam hati dan makin deg2an) "nah loh, masa operasi ga dibius?? Orangnya belum dateng lagi..maaaak !! (T.T)

Sambil tetap dzikir dan tepat setelah saya ngomong dalam hati yg terakhir, saya benar2 tidak sadar dan tidak tahu apapun.

Jam 11.30, petugas IBS keluar dan memanggil ibu saya dan menunjukkan serpihan2 tulang sebesar kuku jari tangan didalam toples kecil kepada ibu saya. Kata ibu sih jumlahnya ada 7-10 serpihan tulang. Dan juga memberitahu bahwa cairan yang berhasil dikeluarkan hampir 1 liter (inget benjolan di pinggang kiri) dan masih diperiksa di lab patologi untuk dicek apakah berbahaya atau tidak.

Sekitar jam 15.00 - 16.30 an saya mulai sadar karena saya mulai mendengar suara orang dan merasa badan diangkat2 untuk di rontgen pasca operasi. Lalu saya mulai membuka mata mulai sadar sekitar jam 19.00, antara sadar dan tidak karena masih ada pengaruh obat bius (dokter anestesi memang bilang akan memberi obat bius yg agak kuat) jadi saya ngobrol dengan keluarga saya antara sadar dan tidak.

Alhamdulillah wa syukurillah saya sepenuhnya sadar setelah kurang lebih siang keesokan harinya walaupun masih ada sedikit efek obat bius. Saya melihat ada banyak kabel di tangan saya, di tangan kiri ada infus, di tangan kanan ada infus juga plus morphine, selang kateter untuk pipis, dan selang darah untuk mengeluarkan darah sisa operasi (drain blood).

Sore nya dokter Agus visit ke ruangan dan menanyakan 
sejumlah pertanyaan apakah kaki saya bisa digerakkan atau tidak (saya coba dan memang bisa), ada keluhan atau tidak selain nyeri karena jahitan (saya jawab tidak), dan menunjukkan hasil rontgen pasca operasi. Kurang lebih 5 ruas tulang punggung dipasang pen oleh Dokter Agus mulai dari T12-L4.

4 Juli 2017 alhamdulillah saya sudah pulang kerumah. Dengan memakai korset dan didorong petugas rs di kursi roda (belum kuat jalan) ke arah pintu keluar. Benar2 alhamdulillah rasanya, bersyukur sudah bisa dirumah.

Apa yang dirasakan setelah operasi? Rasa kebas di paha kiri hilang, tidak lagi kesakitan setiap malam, dan yang paling penting saya bisa duduk, berdiri tegap dan jalan tanpa harus menopang dengan tangan. Tentunya semua aktifitas masih saya lakukan dengan perlahan dan selalu menggunakan korset.

Yang bisa saya sarankan bagi penderita HNP yaitu pengobatan alternatif itu baik, karena saya dulunya juga cuma cari alternatif (pijet, akupuntur, dll), tapi tetap barengi dengan second opinion dari medis (dokter, MRI, rontgen, dll), hal ini berfungsi untuk mengetahui apakah ada yang harus diperhatikan dari segi medis, jika tidak ada yang penting, lanjutkanlah terapi alternatif, tapi jika ada yang penting dan harus diperhatikan dari sisi medis maka coba pertimbangkan untuk melanjutkan pengobatan kearah medis.

Belajar dari pengalaman saya, kalau saya tidak MRI dan tidak ketemu dokter Agus, saya tidak akan pernah tahu kalau saya terkena TBC tulang. Saya akan tetap dipijet, dan tidak tahu kenapa bisa muncul benjolan. Dan akhirnya saya tahu bahwa TBC bukan hanya paru2, tapi bisa kemana2, bisa ke tulang, hati, bahkan selaput otak (jadi kalo batuk berbulan2, musti diperiksain ya ! Takutnya bakteri TB nya nyerang bagian terlemah didalam tubuh).

Yang kedua, jangan pernah putus asa, tetap semangat, tetap berusaha cari pengobatan yang pas, jangan pernah mengeluh, positif thinking, dan yang paling penting perbaiki ibadah dan sholat Anda (bagi yg muslim) dan terus berdoa kepada Allah SWT mintalah yang terbaik bagi Anda. Jika Anda sudah berusaha sekuat tenaga, apapun hasilnya nanti serahkan semuanya pada Allah SWT karena itu sudah ketentuan Allah SWT.


...and finally my backbone is back.

1 comment:

  1. i've read it from 1 to 5.... i know what u've been going through all this time....even though i'm far from u, my prays.. my wish is that u'll be healthy, n keep close to Allah..

    Allahuakbar... Allah lebih besar dari sakitmu Dek...

    In syaa Allah sekarang sembuh, pulih, dan diberi kesehatan yg tdk lg meninggalkan penyakit..

    Aamiin..

    Uhibbuka fillah adekku.. 😘😘

    ReplyDelete